Kepala Dinas Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga serta Pariwisata (Disbudporapar) Surabaya, Wiwiek Widayati mengatakan film ini mengisahkan tentang pertempuran Surabaya pada masa pendudukan kolonial di tahun 1945 lalu.
"Dalam film ini, Pak Wali Kota memerankan Presiden pertama, Ir Sukarno," kata dia.
Menurut dia, "Soera Ing Baja" itu secara harfiah artinya berani menghadapi bahaya. Maka dari itu film ini diputar sebagai penyemangat warga Surabaya di tahun yang baru, semoga lebih berani lagi dalam menghadapi tantangan ke depan.
Film yang diproduksi dengan latar sepenuhnya di Kota Surabaya ini, melibatkan kurang lebih ratusan orang dari beragam afiliasi mulai dari kalangan komunitas, pegiat sejarah, akademisi hingga mahasiswa.
Wiwiek menjelaskan, selain melibatkan ratusan orang, banyak mengambil latar bangunan kuno khas zaman dulu di Kota Pahlawan. Beberapa set latar pengambilan itu mulai dari bangunan Lodji Besar Peneleh, warga sekitar kampung Pandean, Plampitan, dan masih banyak lagi.
Sutradara Film "Soera Ing Baja: Gemuruh Revolusi 45", Faizal Anwar mengatakan, pembuatan film bergenre dokumentasi drama (dokudrama) sejarah dan perang kompleks ini penuh tantangan. Terlebih kisah sejarah yang difilmkan adalah peristiwa penting yang telah menjadi pemahaman umum masyarakat.
Tentunya, lanjut Faizal, akurasi data sejarah, ketersediaan jumlah para pemeran dan perlengkapan mulai dari kostum, properti, hingga detil-detil atribut yang dikenakan para pejuang menjadi aspek penting.
"Kami bersyukur sangat dibantu oleh teman-teman Komunitas Reenactor di Surabaya. Mereka luar biasa militan, menjiwai betul apa yang mereka perankan. Totalitas mereka selama proses produksi itu saya kira menjadi nyawa dalam film ini," ujar dia.
Meskipun Faizal telah berpengalaman di dalam dunia perfilman, bahkan dikenal sering mendapatkan penghargaan di ajang kompetisi film nasional itu. Dia mengungkapkan, dalam pembuatan film "Soera Ing Baja" dibutuhkan lebih dari sekadar pengalaman.
"Wawasan tentang sejarah dan narasi pertempuran sangat dibutuhkan," ujar pria yang juga menyutradarai film Koesno.
Secara detail, Faizal mengungkapkan, film yang digarap bersama Achmad Zaki Yamani itu menggunakan referensi dari sejumlah fakta yang jarang diketahui publik, di antaranya arsip pemberitaan Resolusi Jihad di surat kabar.
Selain itu, arsip resmi laporan kematian Brigadir Mallaby yang baru dapat dibuka pada 2022, arsip Surat Penetapan Pemerintah Republik Indonesia tentang Hari Pahlawan pada 1946, serta dokumen asli pidato Presiden Soekarno saat peresmian Tugu Pahlawan pada 10 November 1952.
Menurut dia, film ini nantinya akan diputar secara terbuka di museum-museum Surabaya, sebagai salah satu media edukasi sejarah untuk publik.
"Film ini adalah gambaran peristiwa yang terjadi pascaproklamasi kemerdekaan Indonesia di Surabaya hingga terjadinya palagan nasional pertempuran Surabaya. Hingga pemerintah pusat menetapkan 10 November menjadi peringatan Hari Pahlawan dan membangun Tugu Pahlawan untuk mengenang peristiwa besar itu," kata dia.
Baca juga: Wali kota: Film "Soera Ing Baja" tentang perjuangan 10 November 1945
Baca juga: Wali Kota Surabaya perankan Soekarno di film berjudul "Soera Ing Baja"
Baca juga: Deretan film perjuangan kemerdekaan, cocok ditonton jelang HUT RI
Pewarta: Abdul Hakim
Editor: Ida Nurcahyani
COPYRIGHT © ANTARA 2023
Film "Soera Ing Baja: Gemuruh Revolusi 45" tayang di Surabaya - ANTARA
Kelanjutan Disini Klik
No comments:
Post a Comment