Artikel ini mengandung sedikit beberan/spoiler...
Saya tidak tahu bagaimana memulai review Siksa Neraka ini. Yang jelas, saya merasa menyaksikan film ini memang bagai disiksa oleh berbagai aspek yang membuat saya bertanya apa yang sebenarnya saya tonton selama 98 menit.
Anggap saja, gerutu saya setelah keluar bioskop menyaksikan Siksa Neraka ini sebagai konsekuensi ekspektasi yang kelewat tinggi sebagai pembaca versi komiknya sejak kecil.
Lebih dari 20 tahun lalu, saya dalam versi bocil selesai membaca komik Siksa Neraka dengan bergidik. Lima tahun lalu ketika saya melakukan liputan khusus soal komik siksa neraka pun, saya masih membayangkan betapa serunya bila komik legendaris ini jadi drama live action di layar lebar.
Jujur saja, saya sudah menurunkan ekspektasi ketika proyek film Siksa Neraka diumumkan, apalagi saat trailer dirilis. Namun marilah mencoba berpikiran positif terhadap "film karya anak bangsa" hingga akhirnya melihat sendiri di layar lebar.
Kacau; ngalor-ngidul; alur cerita yang tak logis; kurang riset; emosi tak tersampaikan ke penonton; cuma modal adegan sadis; dan tak peka terhadap masalah sosial saat ini. Sungut-sungut itulah yang muncul usai saya melihat film Siksa Neraka.
Mari kita bahas perlahan. Saya sebenarnya masih memberikan toleransi yang sangat luas bila Lele Laila sebagai penulis ingin mengembangkan cerita Siksa Neraka dari versi komik yang ditulis MB Rahimsyah ini.
Pengembangan kisah yang dilakukan Lele Laila dengan segala imajinasinya yang bagai sinetron azab ini masih bisa saya terima secara konsep, karena memang dalam versi komik ceritanya begitu sederhana.
Foto: (dok. Dee Company/Umbara Brothers Film via YouTube)
Siksa Neraka merupakan film horor berdurasi 98 menit ini disutradarai oleh Anggy Umbara dari naskah yang ditulis oleh Lele Laila dan MB Rahimsyah. |
Dalam versi komik, Rahimsyah pada dekade '80-an hanya mengisahkan ulang saat Nabi Muhammad SAW ditunjukkan surga dan neraka dalam peristiwa Isra Mikraj. Rahimsyah pun cuma menarasikan melalui caption yang diperkuat dengan gambar-gambar mengerikan khas komik torture porn.
Tentu saja, kisah yang dinarasikan disangkutpautkan dengan nilai-nilai agama Islam dan berbagai jenis dosa yang biasa ditemukan dalam masyarakat, seperti mencuri, judi, tukang fitnah, korupsi, pezinah, hingga penyuka sesama jenis.
Sehingga ketika Lele mengangkatnya dalam bentuk naskah film, tentu pembabakan cerita sebab-akibat sangat diperlukan. Saya tidak mempermasalahkan konsep dasar cerita yang ditulis. Hanya saja, saya merasa eksekusinya kacau.
Kekacauan itu terlihat dari alurnya narasinya yang turut menunjukkan Lele, serta Anggy Umbara selaku sutradara, kurang riset dalam melogiskan kisah di luar jangkauan pengalaman manusia fana ini.
Saya sendiri bingung bagaimana ceritanya manusia yang belum dikubur tetapi jiwanya sudah berada di neraka, dan membuat saya mempertanyakan apakah saya melewatkan konsep tahapan hidup manusia sesudah mati yang pernah saya pelajari semasa sekolah?
Baiklah, tak usah yang loncat sejauh itu. Bagaimana ceritanya ada orang memilih berbasah-basahan menyusuri sungai padahal ada jembatan dan setelahnya pun ada keperluan manggung di sebuah pusat perbelanjaan?
Dalam dunia nyata, rasanya tak akan ada yang mau memilih baju sebadan basah padahal masih ada keperluan setelahnya. Sepatu basah saja sudah bikin kesal, apalagi ini pakaian sebadan kuyub semua.
Dari sini, saya merasa penulis kurang riset. Atau, mungkin ia terpaksa menyesuaikan dengan bujet produksi yang sebagian besar sudah habis untuk penggunaan CGI demi menampilkan gambaran neraka.
Lanjut ke sebelah...
Review Film: Siksa Neraka - CNN Indonesia
Kelanjutan Disini Klik
No comments:
Post a Comment