Yogyakarta kembali menjadi tuan rumah bagi festival film dokumenter pertama di Indonesia, bahkan Asia Tenggara, yakni Festival Film Dokumenter. FFD 2023 bakal menayangkan 84 film dari 42 negara, seperti Indonesia, Kuba, Perancis, Belgia, China, Thailand, Argentina, Meksiko, Spanyol, India, Jerman, Maroko, Kanada, Kolombia, dan Amerika Serikat. Festival film ini melipat jarak dan membawa penonton pergi melintasi ruang dan waktu.
Festival Film Dokumenter (FFD) dibuka pada Minggu (3/12/2023) malam di gedung eks Bioskop Permata, Yogyakarta. Para pegiat film dokumenter dari Asia, Eropa, dan sejumlah daerah di Indonesia hadir malam itu.
FFD gelaran ke-22 ini berlangsung pada 3-9 Desember 2023. Festival berlangsung di empat lokasi, yaitu gedung eks Bioskop Permata, Institut Français Indonésie-Lembaga Indonesia Perancis Yogyakarta, Bioskop Sonobudoyo, dan Cemeti-Institute for Art and Society.
Ada beberapa program yang bisa diikuti para pegiat film dokumenter, peneliti film, mahasiswa, dosen, atau bahkan masyarakat awam yang ingin tahu tentang film. Program itu antara lain diskusi film, kompetisi film, lokakarya, dan penayangan film.
Baca juga : Festival Film Dokumenter Hidupkan Kembali Bekas Bioskop Permata
Adapun lokakarya film dokumenter telah berlangsung sejak Oktober 2023. Ada 10 proyek film dokumenter yang lolos kurasi untuk mengikuti lokakarya. Mereka dibimbing oleh tujuh mentor dari Indonesia dan luar negeri untuk menyusun proposal film dokumenter.
Proposal itu bakal dipresentasikan di hari terakhir FFD 2023 dalam program pitching. Lima proposal terpilih akan memenangi dana untuk memproduksi film itu tahun depan. Program ini merupakan hasil kerja sama dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
”Ini pertama kalinya kami membuat workshop. Pesertanya ada yang dari Sulawesi Barat, Aceh, Flores, Kupang, dan Yogyakarta,” ucap Direktur FFD 2023 Kurnia Yudha Fitranto.
FFD 2023 juga menginisiasi pengarsipan film-film dokumenter yang ditayangkan di festival ini. Laman arsip ini masih dikerjakan dan menurut rencana diluncurkan bulan ini. Laman tersebut, berikut film-filmnya, akan bisa diakses publik.
Film pembuka
Abyssal (2021) menjadi film pembuka FFD 2023 pada Minggu malam. Film besutan sutradara Alejandro Alonso Estrella itu membawa penonton berteleportasi sejenak ke Bahía Honda, Kuba. Di sana kita akan bertemu Raudel, lelaki yang bekerja di kapal tua yang tak lagi beroperasi. Kapal itu mengambang saja di atas air, menunggu untuk habis dipereteli tangan para pekerja.
Ini pertama kalinya kami membuat workshop.
Ya, Raudel adalah salah satu pekerja yang bertugas memusnahkan kapal-kapal tua. Pekerjaan itu tak mudah. Selain butuh fisik prima, pekerjanya pun mesti tahan berkawan dengan gelap dan sunyi setiap hari. Sepertinya pekerjaan ini tak cocok bagi yang takut hantu.
Berada di dalam kapal tua memang benar-benar kelam dan senyap. Satu-satunya sumber penerangan adalah lampu senter atau, kalau beruntung, jendela yang untuk dibuka pun mesti disangga sesuatu. Suasana di dalam kapal benar-benar senyap. Hal ini digambarkan dengan rapi oleh sang sutradara dalam filmnya yang tak banyak suara, apalagi dialog.
Berada terlalu lama di dalam kapal seperti mengaburkan indera akan waktu. Jika tidak, kondisi itu menajamkan intuisi. Kala gelap dan senyap, memang intuisilah yang bisa jadi pegangan.
Di sisi lain, situasi ini juga membebaskan imajinasi Raudel. Ia berandai-andai jika dirinya petualang atau orang bebas yang bisa melakukan ini-itu. Tentu ia tutup imajinasinya dengan ”kekehan”. Ia memang berada di dalam kapal, tapi alih-alih menjajal laut lepas bak pelaut, ia malah ”terkurung”.
Masih ada banyak film lain yang layak ditonton pada FFD 2023. Sineas asal India, Nishtha Jain, misalnya, menyajikan sedikitnya empat film. Salah satu film berjudul Gulabi Gang (2012) mengisahkan kelompok perempuan di India yang aktif menyuarakan hak perempuan dan kaum Dalit. Kelompok perempuan ini mencolok dengan sari berwana merah jambu. Mereka menghadapi cibiran orang sambil berjuang melawan ketidakadilan.
Selain itu, ada pula film The Exiles (2022) karya Lola Amaria. Film yang memenangi Piala Citra ini mengisahkan orang-orang yang dibuang rezim, tidak diakui negara, dan berkelana mencari suaka.
”Film-film ini merupakan perjalanan melintasi waktu dan jarak geografis yang membawa realitas dari berbagai belahan dunia,” kata Direktur Program FFD 2023 Alia Damaihati.
Baca juga : Eksil, Mereka yang Terhalang Pulang dan Terpinggirkan di Negeri Sendiri
Sementara itu, Direktur Perfilman, Musik, dan Media Kemendikbudristek Ahmad Mahendra menilai bahwa kehadiran film dokumenter sangat penting untuk menceritakan keberagaman negeri. FFD pun penting sebagai ruang pertemuan para pegiat film dokumenter sekaligus ruang apresiasi dari publik.
Festival Film Dokumenter 2023 Bawa Penonton Menyusuri 42 Negara - kompas.id
Kelanjutan Disini Klik
No comments:
Post a Comment