Jakarta, CNBC Indonesia - Film Avatar 2: The Way of Water sukses menutup manis penghujung 2022 sebagai salah satu film tersukses di tahun ini. Meski demikian, film itu menghadapi sejumlah kritik tajam karena dianggap tidak akurat serta rasis.
Film ini dikritik karena memainkan narasi "white saviour" alias mengagungkan ras kulit putih yang seringkali memerankan karakter penyelamat. Selain itu, Avatar 2 juga dikritik karena penggunaan stereotip dan representasi masyarakat adat yang tidak sesuai.
Yuè Begay, seorang seniman dan aktivis Navajo, menyerukan pemboikotan film tersebut dalam sebuah tweet yang sejak itu mendapat lebih dari 47.000 likes.
Menurut Presiden dan CEO IlluminNative Crystal Echo-Hawk, karakter Sully yang rasnya tidak disebutkan secara eksplisit tetapi status orang luarnya jelas sejajar dengan orang kulit putih memainkan kiasan white saviour yang kurang tepat.
"(Cameron) mungkin menceritakan kisah kolonisasi, tapi dia menceritakannya melalui lensa pria kulit putih," tambahnya, dikutip dari CNN Internasional.
Jika saja Avatar 2 melibatkan lebih banyak masyarakat adat dalam produksi film, Echo-Hawk mengatakan Cameron seharusnya dapat menceritakan kisah yang lebih otentik.
"Ini adalah bentuk arogansi bahwa pembuat film kulit putih, entah bagaimana, bisa menceritakan sebuah cerita yang didasarkan pada masyarakat adat. Dan dia merasa mampu melakukannya lebih baik daripada yang bisa dilakukan oleh masyarakat adat itu sendiri," tambahnya.
Avatar: The Way of Water memperkenalkan orang-orang Metkayina yang berasal dari terumbu karang kepada masyarakat adat Māori. Film ini juga menampilkan Cliff Curtis, yang merupakan keturunan Māori, sebagai kepala Metkayina Tonowari. Namun banyak karakter lain yang masih disuarakan oleh aktor kulit putih.
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
Disney Kolaborasi dengan Seniman RI untuk Film Avatar 2
(hsy/hsy)
Film Avatar 2 Bikin Marah Masyarakat Adat, Ada Seruan Boikot - CNBC Indonesia
Kelanjutan Disini Klik
No comments:
Post a Comment